NOTÍSIA LITERÁRIA, (LIBERDADETL.com) — Pada hari Rabu, 5 Agustus 2025, seorang petinju profesional asal Indonesia, Forlan Rivaldo, memicu kontroversi besar di media sosial setelah memposting sebuah status dalam bahasa Tetun Timor-Leste yang sarat makian dan tidak etis.
Bahasa yang digunakan dalam unggahan Facebook tersebut dianggap menghina serta melecehkan identitas linguistik masyarakat Timor-Leste, memicu kemarahan luas di kalangan warga dan komunitas penggemar olahraga.
Forlan Rivaldo bukanlah nama asing dalam dunia tinju Indonesia. Ia dikenal karena kemampuannya di atas ring, namun insiden ini menunjukkan bahwa kehebatan fisik tanpa kedewasaan moral justru menjadi ancaman bagi reputasi seorang atlet.
Sebagai tokoh publik yang dikenal luas, Rivaldo memiliki tanggung jawab sosial untuk menjaga integritas dan kehormatan, terutama dalam menggunakan media sosial yang menjangkau lintas negara.
Para penggemar tinju di Timor-Leste tidak tinggal diam. Manuel Guterres, seorang pengemar tinju di Dili, menyatakan, “Saya kecewa berat. Seorang petinju seharusnya menginspirasi, bukan memprovokasi dengan kata-kata kasar yang merendahkan bahasa nasional kami.” Kekecewaan serupa juga disuarakan oleh Caetano Ximenes, seorang warga lokal, yang mengatakan, “Saya tidak percaya seorang profesional bisa bersikap seburuk itu di media sosial. Dia menghina bangsa kami, bukan hanya individu.”
Sementara itu, Lourenço Pinto, pendukung setia, menambahkan, “Ini bukan tentang tinju lagi. Ini tentang menghormati budaya orang lain. Forlan harus minta maaf secara terbuka kepada seluruh rakyat Timor-Leste.” Ketiga suara ini mencerminkan perasaan kolektif dari masyarakat yang merasa direndahkan oleh sikap arogan seorang atlet asing.
Ketika seorang tokoh olahraga gagal mengendalikan sikapnya di ruang publik, maka yang dipertaruhkan bukan hanya citra dirinya, tetapi juga hubungan antarbangsa. Bahasa adalah ekspresi identitas dan penghormatan.
Menggunakannya secara tidak pantas, apalagi dalam konteks penghinaan, adalah tindakan yang mencederai nilai-nilai persaudaraan regional.
Masyarakat Timor-Leste selama ini menunjukkan sikap terbuka dan persahabatan kepada banyak atlet dan warga negara Indonesia. Maka status Forlan Rivaldo dianggap sebagai pengkhianatan terhadap semangat saling menghormati yang telah dibangun sejak lama.
Dalam iklim demokrasi dan sportivitas, tindakan Rivaldo bukan hanya pantas dikecam, tetapi juga harus menjadi bahan refleksi bagi seluruh atlet profesional: bahwa etika komunikasi publik adalah bagian dari disiplin seorang juara.
Jika Rivaldo masih memegang martabat sebagai seorang atlet sejati, ia seharusnya segera menyampaikan permintaan maaf secara resmi, tanpa pembelaan dan tanpa syarat. Permintaan maaf itu bukan hanya sebagai bentuk tanggung jawab moral, tetapi juga sebagai langkah penting untuk memperbaiki hubungan dan membangun kembali rasa hormat yang telah ia hancurkan.
Pada akhirnya, seorang petinju sejati tidak hanya menang dalam duel di atas ring, tetapi juga dalam pertarungan batin melawan ego, arogansi, dan ketidaksadaran sosial.
Dunia memerlukan lebih banyak atlet yang tidak hanya kuat dalam pukulan, tetapi juga unggul dalam akhlak dan komunikasi lintas budaya.