JURNAL LITERÁRIA & KRÍTIKA, (LIBERDADETL.com) — Matematika sering digambarkan sebagai dunia yang sunyi, sepi, dan dingin—tempat angka-angka berdiri sendiri tanpa emosi, dan logika menggantikan empati. Pandangan ini, meskipun populer, menyederhanakan hakikat sejati matematika dan memisahkannya dari dimensi manusiawi yang mendalam.
Melalui kehidupan Paul Erdős, seorang matematikawan eksentrik yang tidak memiliki rumah namun memiliki ribuan rekan kolaborasi, kita justru ditunjukkan wajah lain dari matematika: dunia yang hidup, dinamis, penuh relasi, dan menyentuh jiwa.
Erdős adalah simbol hidup bahwa matematika bukanlah dunia individualis. Ia menjadikan hidupnya sebagai medium kolaborasi tanpa henti—sebuah filosofi hidup yang menolak ego akademik dan menjunjung tinggi kerja sama intelektual.
Konsep “Erdős number” bukan hanya gimmick atau angka statistik; itu adalah simbol jaringan pengetahuan yang dibangun melalui percakapan, diskusi, dan saling percaya. Dalam hal ini, matematika menjadi bentuk komunikasi paling murni, di mana perbedaan budaya, bahasa, bahkan ideologi dapat dipertemukan melalui rumus-rumus yang membawa kedalaman pemahaman universal.
Secara filosofis, Erdős menghancurkan stereotip bahwa pencarian ilmiah harus bersifat soliter. Ia memperlakukan matematika bukan sebagai upaya untuk menjadi yang paling tahu, melainkan sebagai perjalanan kolektif menuju kebenaran. Semangat ini sejalan dengan gagasan Martin Buber tentang “Ich und Du” (Aku dan Engkau), di mana hubungan sejati terjadi dalam ruang dialog dan keterbukaan.
Erdős hidup dalam “Engkau” bersama sesama matematikawan—bukan sekadar ‘penghitungan’ angka, melainkan pembentukan makna bersama.
Lebih dari itu, kehidupan Erdős memberi pelajaran penting dalam pedagogi: matematika tidak semestinya diajarkan sebagai sekumpulan teknik, melainkan sebagai cara berpikir yang kreatif dan menyenangkan. Pendidikan yang hanya mengejar jawaban benar akan kehilangan semangat petualangan dan keajaiban di balik angka.
Erdős sendiri sering menghadiahi orang yang berhasil memecahkan soal matematika, bukan untuk menguji, tetapi untuk merayakan kegembiraan dalam berpikir. Ini adalah bentuk reward curiosity, bukan reward conformity.
Pada titik ini, kita sampai pada pemikiran strategis: bagaimana menjadikan matematika sebagai kekuatan sosial? Jawabannya adalah dengan membangun komunitas. Komunitas yang bukan hanya untuk para “jenius”, tetapi juga untuk mereka yang ingin belajar bersama, berdiskusi, dan gagal tanpa takut dipermalukan.
Komunitas ini bisa hadir dalam bentuk seminar, klub matematika, atau ruang digital terbuka di mana ide-ide bebas berputar. Semangat inklusi ini penting, terutama di tengah dunia pendidikan yang kadang masih menganggap matematika sebagai medan seleksi, bukan medium pertumbuhan.
Matematika, dengan demikian, bukan sekadar alat untuk mengukur dunia, tapi juga untuk memanusiakannya. Ia adalah bahasa keteraturan, namun juga ruang untuk imajinasi. Ia bisa menjadi bukti ilmiah, namun juga ruang perenungan eksistensial. Dalam logika yang rapi, ia menyimpan keindahan spiritual—seperti simetri dalam alam, keteraturan dalam kekacauan, dan kebenaran dalam kesederhanaan.
Jika kita merayakan matematika hari ini, maka mari kita rayakan seperti Paul Erdős: dengan membuka pintu bagi siapa saja untuk ikut serta, dengan memberi semangat berbagi dan saling belajar, dan dengan percaya bahwa angka-angka, pada akhirnya, bisa menyatukan manusia dalam semangat yang tak kalah dari seni, musik, atau puisi.
Karena pada akhirnya, seperti kata Erdős, “Mathematicians are machines for turning coffee into theorems,” namun mereka juga adalah manusia yang mengubah koneksi menjadi pengetahuan, dan pengetahuan menjadi warisan bagi dunia.
Referensi Utama:
- Hoffman, Paul. The Man Who Loved Only Numbers. Hyperion Books, 1998.
- Buber, Martin. Ich und Du. Leipzig: Insel-Verlag, 1923.
- Nasar, Sylvia. A Beautiful Mind, Simon & Schuster, 1998 (untuk kontras dengan gaya hidup matematikawan lain).
- Papert, Seymour. Mindstorms: Children, Computers, and Powerful Ideas. Basic Books, 1980 (untuk pendekatan pedagogis matematika).