Timor Leste, Merdeka
POEZIA, (LIBERDADETL.com) — Puisi adalah suara hati yang tak selalu bisa diucap dengan kata biasa; ia lahir dari keheningan, dari rasa yang mendalam, dan dari pandangan yang tajam terhadap kehidupan. Dengan bait-bait sederhana, puisi mengajak kita merenung, mencintai, melawan, dan berharap—maka mari kita menulis, bukan sekadar dengan pena, tapi dengan jiwa.
Di ujung fajar yang lama terluka,
Bangkitlah tanahku dari bara sejarah.
Timor Lorosa’e, jiwa yang tak pernah padam,
Mengangkat bendera dari darah dan harap.
Gunung Matebian jadi saksi setia,
Ketika doa dan peluru bersatu dalam sunyi.
Anak-anak loron fulan bersumpah di gelap,
Bahwa merdeka bukan mimpi, tapi janji.
Dari Balibo ke Ainaro,
Dari Los Palos sampai Oecusse nan jauh,
Tiap batu dan bayang membawa cerita,
Tentang rakyat kecil yang melawan waktu.
Kini kami bukan hanya bebas,
Kami berdiri: tegap, penuh harga diri.
Merdeka bukan akhir, tapi awal
Untuk membangun damai dengan peluh sendiri.
Wahai generasi baru, dengarlah suara bumi:
Kemerdekaan bukan sekadar kata di konstitusi,
Ia hidup dalam kerja jujur, dalam cinta negeri,
Dalam setiap langkah menuju keabadian identitas ini.
Timor-Leste, Hidup Mandiri
POEZIA, (LIBERDADETL.com) — Puisi adalah suara hati yang tak selalu bisa diucap dengan kata biasa; ia lahir dari keheningan, dari rasa yang mendalam, dan dari pandangan yang tajam terhadap kehidupan. Dengan bait-bait sederhana, puisi mengajak kita merenung, mencintai, melawan, dan berharap—maka mari kita menulis, bukan sekadar dengan pena, tapi dengan jiwa.
Kami bukan hanya bebas dari belenggu,
Kami bangkit, berjalan dengan kaki sendiri.
Di tanah luka yang kini berbunga,
Timor-Leste belajar berdiri—dengan jujur, dengan hati.
Merdeka bukan sekadar bendera di tiang,
Tapi ladang yang ditanam dengan tangan sendiri.
Sekolah yang dibangun dari mimpi rakyat,
Dan jalan yang terbuka oleh semangat pagi.
Kami tak ingin hidup tergantung belas kasihan,
Kami ingin berdiri meski tertatih,
Dengan pikiran yang terbuka dan tangan yang kuat,
Kami menyulam hari esok dari lembaran yang bersih.
Anak-anak kami tak lagi hanya menangis karena perang,
Tapi bernyanyi tentang ilmu, cinta, dan harapan.
Kami menulis sejarah baru—
Dengan pena perdamaian dan tinta keberanian.
Timor-Leste, tanah kecil yang besar jiwanya,
Kini melangkah, pelan tapi pasti,
Menuju hidup yang adil dan mandiri,
Untuk rakyatnya, untuk martabatnya, selamanya.