EDITORIAL, (LIBERDADETL.com) — Pada tanggal 26 Oktober 2025, saat Kuala Lumpur menjadi saksi bagi sebuah momen historis, negara Timor‑Leste resmi diterima sebagai anggota penuh ASEAN ke–11. Dalam acara formal penandatanganan tersebut, Perdana Menteri Xanana Gusmão meneteskan air mata sebagai wujud haru dan refleksi panjang perjalanan bangsa. Kenangan itu bukan hanya tentang sebuah dokumen yang ditandatangani, melainkan juga tentang perjuangan, pengakuan, dan harapan yang tertanam dalam sejarah dan hari esok.
Sejarah Timor-Leste adalah kisah panjang pengorbanan dan cita-cita. Dari era kolonial Portugis hingga pendudukan Indonesia, bangsa ini telah menorehkan luka dan juga tekad untuk merdeka. Sosok Xanana Gusmão muncul di tengah panorama itu, sebagai pemimpin perjuangan yang menjadi simbol semangat rakyat.
Gusmão, dalam kapasitasnya sebagai tokoh resistensi dan kemudian sebagai Presiden serta Perdana Menteri, menghidupkan gagasan bahwa kemerdekaan bukan akhir, melainkan awal dari sebuah proses pembangunan bangsa dan integrasi regional. (Wikipedia)
Upaya Timor-Leste untuk bergabung dengan ASEAN bukanlah langkah instan. Permohonan resmi diajukan pada tahun 2011. (Wikipedia) Selama bertahun-tahun, negara ini menjalani berbagai tahapan: penerimaan prinsip, pemenuhan kriteria dalam tiga pilar—politik-keamanan, ekonomi, dan sosial-budaya—serta penguatan institusi domestik. (The Straits Times)
Dalam pernyataannya, Gusmão menyatakan optimisme bahwa Timor-Leste akan menjadi anggota penuh akhir tahun 2025, dengan dukungan kuat dari Negara kawasan. (BusinessToday)
Dokumen pemerintah Timor-Leste menyebut bahwa keputusan untuk mengangkat status keanggotaan akan terjadi pada KTT ASEAN ke-47 di Oktober 2025 sebagai puncak proses. (Government of Timor-Leste)
Pada hari tersebut, saat bendera Timor-Leste naik di atas panggung bersama 10 negara anggota lainnya, Gusmão berdiri di depan para pemimpin bangsa ASEAN dan mitra dialog. Dalam pidatonya, ia menyebut bahwa ini bukan sekadar mimpi yang terwujud, tetapi juga “pengakuan kuat atas perjalanan kami”. (AP News)
Air mata yang jatuh mencerminkan lebih dari rasa syukur; ia adalah penghormatan terhadap semua pemuda yang gugur dalam perjuangan, para keluarga yang menunggu tanpa kepastian, dan bangsa yang mempertaruhkan masa depan demi pengakuan komunitas regional. Simbolnya kaya: seperti hujan yang membersihkan jalan berdebu, air mata menandai awal dari fase baru yang penuh tantangan sekaligus harapan.
Keanggotaan penuh Timor-Leste dalam ASEAN membuka pintu bagi peluang ekonomi, investasi, dan integrasi kawasan. Namun, seperti halnya dalam dongeng Timor yang sering membandingkan rakyat dengan jagung yang harus ditanam di tanah bebatuan agar tumbuh kuat, maka demikian pula negara ini: keanggotaan bukan akhir, melainkan panggilan untuk menguatkan fondasi.
Para pengamat mencatat bahwa meskipun secara simbolis ini adalah tonggak besar, secara ekonomi Timor-Leste menghadapi kelemahan: ukuran ekonomi kecil, kapasitas institusional yang masih harus ditingkatkan. (Reuters) Gusmão sendiri telah menyerukan bahwa negara harus memperkuat dialog, kapasitas kelembagaan, dan kontribusi terhadap kawasan—khususnya dalam bidang demokrasi dan hak asasi manusia. (Government of Timor-Leste)
Dalam kerangka motivasi dan filsafat komunikasi, momen ini bisa dibaca sebagai titik di mana harapan kolektif — yang oleh teologi Timor dapat diibaratkan seperti “doa di tepi danau” — akhirnya menampakkan riak yang nyata. Proses komunikasi nasional dan regional selama bertahun-tahun menjadi jembatan antara masa lalu yang terluka dengan masa depan yang terbuka.
Secara realistis, keanggotaan ini menuntut Timor-Leste untuk bergerak dari tahap “menjadi objek” dalam sistem regional ke “subjek” yang aktif—berkontribusi dan bukan hanya diterima. Gusmão dalam beberapa kesempatan menyebut perlunya ASEAN memperkuat mekanisme dialog dan demokrasi, yang selaras dengan filosofi komunikasi bahwa partisipasi bukan sekadar bicara, tetapi mendengar dan bertindak. (Government of Timor-Leste)
Air mata Gusmão di meja penandatanganan bukan hanya gestur emosional. Ia adalah lambang perjalanan panjang bangsa Timor-Leste—dari bayangan kolonialisme, melalui api perjuangan, hingga ke ambang integrasi regional. Kini, setelah resmi menjadi anggota penuh ASEAN, tanggung jawab besar menanti: mengubah keberhasilan simbolik menjadi aksi nyata, membangun institusi yang kokoh, dan memanfaatkan keanggotaan demi kesejahteraan rakyatnya. Sebagaimana jagung yang butuh tanah yang subur, benih kemerdekaan yang ditanam harus disiram konsistensi dan ditopang komunikasi yang terbuka agar tumbuh tinggi dan berbuah lebat.
Salam
Tim Redaksi

 
 
									










