banner liberdade
InternasionálNOTÍSIA IMPORTANTE / HEADLINE NEWS

Korupsi terselubung di balik jaringan internet Timor-Leste

566
×

Korupsi terselubung di balik jaringan internet Timor-Leste

Share this article

NOTÍSIA LITERÁRIA, (LIBERDADETL.com) — Di tengah semangat pembangunan sebuah negara muda, Timor-Leste masih menghadapi hambatan besar dalam dunia digital. Akses internet, yang seharusnya menjadi pintu kemajuan, justru menjadi sumber kekecewaan mendalam bagi masyarakat.

Tiga operator besar yang mendominasi pasar—Telemor, Timor Telecom, dan Telcomcel—selama ini meluncurkan berbagai kampanye iklan dengan janji jaringan cepat, stabil, dan modern.

Namun, pengalaman nyata pengguna di lapangan menggambarkan kenyataan yang jauh berbeda.

Koneksi internet yang andal seharusnya menjadi fondasi bagi pendidikan, komunikasi, dan pembangunan ekonomi di Timor-Leste. Namun kenyataannya, layanan dari tiga operator utama—Telemor, Timor Telecom, dan Telcomcel—sering gagal memenuhi janji kecepatan dan stabilitas yang mereka tawarkan.

Masyarakat merasa dirugikan, membayar mahal untuk layanan yang tidak dapat diandalkan, sementara janji perusahaan tetap berada di level iklan tanpa bukti nyata di lapangan.

Kondisi ini menimbulkan dugaan adanya korupsi terselubung dalam pengelolaan jaringan. Transparansi minim, pengawasan lemah, dan kualitas layanan yang buruk memperlihatkan bahwa rakyat menjadi korban sistem yang mengutamakan keuntungan perusahaan ketimbang kepentingan publik.

Internet, yang seharusnya menjadi sarana kemajuan, justru menjadi simbol kekecewaan dan ketidakadilan digital.

Abilio Lopes, seorang warga Dili yang menggunakan kartu SIM Telemor, mengungkapkan rasa frustrasinya. Setiap bulan ia mengeluarkan biaya untuk membeli paket data yang dijanjikan berkecepatan tinggi.

Tetapi, menurut Abilio, koneksi yang ia terima nyaris tidak bisa digunakan untuk kebutuhan dasar seperti membuka aplikasi komunikasi atau mengunduh informasi penting. Bagi dirinya, uang yang dikeluarkan hanya seolah membayar layanan yang tidak pernah ada.

“Setiap bulan saya membeli paket data yang dijanjikan cepat dan stabil. Tapi kenyataannya, koneksi hampir tidak bisa dipakai. Uang yang saya keluarkan seolah hanya membayar layanan yang tidak pernah ada.”, kata Abilio, kepada LIBERDADETL, di tasitolu (rabu, 20082025).

Kekecewaan serupa dirasakan oleh Carlito Xavier, pengguna setia Timor Telecom. Ia sering kali mendapati bahwa pulsa dan paket data masih aktif, tetapi jaringan internet tidak berfungsi.

Baginya, kondisi ini sudah menjadi rutinitas sehari-hari yang melelahkan. Keluhan demi keluhan hanya berakhir dengan jawaban standar dari pihak operator, tanpa solusi nyata bagi pelanggan.

“Pulsa dan paket data saya masih aktif, tapi internet sering tidak berfungsi. Ini sudah menjadi rutinitas yang melelahkan, dan setiap keluhan hanya berakhir dengan jawaban standar dari pihak operator tanpa solusi nyata.”

Timor Telecom, operator tertua di negara ini, pun tidak luput dari kritik. Meskipun paket data masih aktif, koneksi internet sering hilang atau terputus tanpa pemberitahuan. Keluhan pelanggan biasanya hanya dijawab secara standar tanpa solusi nyata, membuat penggunaan internet menjadi pengalaman yang melelahkan dan tidak produktif.

Elizita Maria Sarmento, seorang mahasiswa yang menggunakan layanan Telcomcel, turut menyuarakan keresahannya. Baginya, janji internet stabil hanyalah retorika.

“Saya pakai Telkomcel, membuat saya frustrasi. Janji layanan stabil yang dicitrakan lewat iklan ternyata hanya slogan. Saya dan teman-teman juga mengalami kesulitan mengakses materi daring, mengerjakan tugas, dan berinteraksi secara digital.

Dalam keseharian, ia kesulitan mengakses materi perkuliahan daring, sebuah tantangan yang membuat dirinya dan banyak mahasiswa lain tertinggal dalam proses belajar.

Elizita menyebut pengalaman itu sebagai “ilusi layanan digital” yang justru menutup akses generasi muda pada ilmu pengetahuan.

Fakta di lapangan ini sejalan dengan data dari lembaga internasional yang menempatkan kualitas internet di Timor-Leste sebagai salah satu yang terburuk di Asia.

Kecepatan unduh berada di level rendah, harga layanan tidak sebanding dengan kualitas, dan kestabilan jaringan sangat rapuh. Kondisi ini menghambat berbagai sektor, mulai dari pendidikan, kesehatan, hingga pertumbuhan ekonomi digital.

“Data dari lembaga internasional menempatkan kualitas internet di Timor-Leste sebagai salah satu yang terburuk di Asia. Kecepatan unduh rendah, harga layanan tidak sebanding dengan kualitas, dan jaringan sering tidak stabil. Kondisi ini menghambat sektor pendidikan, kesehatan, dan pertumbuhan ekonomi digital.”

Lebih jauh, muncul dugaan bahwa persoalan ini bukan sekadar masalah teknis, melainkan menyangkut transparansi dan tata kelola. Publik menilai ada bentuk “korupsi terselubung” dalam praktik bisnis telekomunikasi, di mana perusahaan lebih sibuk meluncurkan promosi komersial daripada benar-benar berinvestasi pada kualitas jaringan.

Telemor, meski dikenal luas dan banyak digunakan di ibu kota, kerap menghadirkan jaringan yang lambat dan tidak stabil. Pengguna melaporkan kesulitan membuka aplikasi komunikasi, mengunduh data, bahkan untuk kebutuhan sederhana sehari-hari. Paket data yang dibeli dengan biaya tinggi sering tidak sebanding dengan kualitas layanan yang diterima.

Rakyat merasa hak mereka untuk mendapatkan layanan digital yang layak telah diabaikan demi keuntungan segelintir pihak.

Situasi ini memicu tuntutan terhadap pemerintah agar segera mengambil langkah nyata. Masyarakat menilai negara tidak boleh tinggal diam menghadapi kondisi yang merugikan kepentingan publik.

Pemerintah didesak melakukan audit independen terhadap ketiga operator, menetapkan regulasi ketat mengenai standar layanan minimal, serta mengawasi harga agar konsumen tidak terus dirugikan.

Lebih dari itu, muncul dorongan agar pintu dibuka bagi operator asing yang mampu menawarkan layanan yang lebih transparan dan berkualitas.

Buruknya layanan internet di Timor-Leste telah menjadi persoalan mendasar yang menyentuh hajat hidup orang banyak. Bagi rakyat, ini bukan sekadar tentang hiburan atau media sosial, melainkan tentang hak fundamental untuk terhubung dengan dunia, mengakses pendidikan, memperkuat layanan kesehatan, dan membangun ekonomi yang kompetitif.

Ironisnya, di balik semangat negara untuk bergerak maju, internet yang seharusnya menjadi jembatan menuju kemajuan justru berubah menjadi simbol kekecewaan.

Rakyat menunggu langkah tegas dari pemerintah, sebab tanpa intervensi nyata, Timor-Leste akan terus terjebak dalam jaringan rapuh yang menjadi beban, bukan peluang.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!